Minggu, 08 November 2015

Sebuah Kisah di Balik Sebuah Takdir

0

    SMA!
    Yap, aku baru saja memasuki jenjang pendidikan baru setelah lulus dari SMP dengan NEM yang bisa dibilang biasa-biasa saja. Tak hanya aku, begitu pun teman-temanku yang membuat Blog ini bersamaku (mungkin yang membedakan adalah NEM mereka jauh lebih besar dibanding milikku^.^).



    Awalnya aku sama sekali tidak ingin bersekolah di sekolah negeri. Alasanya aku takut ilmu islam yang sudah kuterapkan sehari-hari lama-kelamaan berkurang dan membuatku jauh dari kehidupan berdasarkan tuntunan islam. Sejak kelas 8 di SMP, aku sudah memutuskan melanjutkan pendidikan di pesantren, atau paling tidak di Sekolah Islam Terpadu (SIT).
    Perihal bahwa aku tak mau bersekolah di sekolah negeri sudah kuberitahukan pada kedua orang tuaku. Dan untungnya mereka setuju. Sejak kelas 9 semester pertama aku sudah bersemangat mencari berbagai berita pendaftaran pesantren maupun SIT. Baik dari guru, teman-teman, maupun dari internet.
    Awalnya, aku tertarik dengan Insan Cendekia Al-Kausar Boarding School. Dengan penuh semangat aku bersama ayahku datang ke sana dan melakukan survei. Dari luar pintu gerbang sudah kupastikan bahwa sekolah ini memiliki fasilitas yang bagus. Kami disapa ramah oleh satpam yang bertugas.
    


    Kabarnya, sekolah ini didirikan oleh seseorang yang ada hubungan kerabat dengan mantan presiden ke-3 kita, B. J. Habibie. Dan lulusan sekolah ini banyak yang diterima di perguruan tinggi negeri maupun luar negeri. Mendengar itu semangatku memuncak, apa lagi setelah aku melihat arsitektur bangunan sekolah ini. Begitu unik sehingga membuatku betah memandangi langit-langit ruangan. Selama menelusuri sekolah, aku ditemani beberapa santriwati yang sedang mengisi waktu luang. Mereka menceritakan pengalaman bersekolah di sini sambil menunjukan kepadaku kamar mereka yang nyaman. Di seberang jendela kamar juga terlihat pohon kapas besar yang terletak tidak cukup jauh di luar sekolah. Mereka bilang, jika kapas mulai bermunculan dan cuaca sedang berangin, pemandangannya akan terlihat indah. Hal itu karena kapas berterbangan ditiup angin, dan terkadang butiran kapasnya sampai di sekolah ini. Apalagi matahari terbenam dapat dilihat dari jendela kamar santriwati. Membayangkannya saja aku sudah bahagia.
    Setelah beberapa bulan kemudian, pendaftaran Al-Kausar sudah dibuka. Sedangkan ayahku masih bekerja di luar kota. Akupun melewatkan pendaftaran ke sekolah idamanku. Tapi aku tidak merasa sedih. Karena aku punya sekolah cadangan lain yang tidak kalah bagusnya.
    Nurul Fikri Boarding School Lembang namanya. Boarding School  di Lembang yang tidak kalah hebat dari sekolah tujuanku sebelumnya. Berdasarkan informasi dari temanku yang sudah survei di sana, sekolah tersebut memiliki fasilitas yang memadai. Siswa dan siswinya begitu ramah. Lulusannya pun banyak diterima di berbagai PTN. Di sana juga ada program kepemimpinan di mana siswa diajak belajar di luar negeri. Akhinya kuputuskan untuk melanjutan pendidikan di sana.


    Sayang seribu sayang, lagi-lagi pendaftaran yang kali ini dilakukan secara online tanpa kutahu sudah usai. Entah ada atau tidak pendaftaran gelombang selanjutnya, segera saja kuputuskan untuk mendaftar ke Nurul Fikri Boarding School Serang. Kali ini adalah sekolah yang direkomendasikan guru agamaku. Beliau berkata, sekolah ini memang tidak senyaman Nurul Fikri Lembang. Namun kondisi sekolah tetap cocok untuk kegiatan belajar. Setelah kulihat brosurnya, cukup banyak prestasi yang diraih sekolah ini, begitupun lulusannya yang masuk berbagi PTN.
    Aku semakin tertarik dengan sekolah ini setelah mendengar bahwa di sana terdapat ekstrakurikuler Tapak Suci. Yaitu salah satu jenis pencak silat di Indonesia yang telah kupelajari sejak kelas 3 SD. Aku begitu bersemangat hingga kedua orang tuaku pun stuju agar aku segera mendaftarkan diri.


    Aku pun mempersiapkan berbagai berkas, mulai dari akta kelahiran, pasfoto, surat keterangan dokter, dan sebagainya. Setelah mendaftarkan diri secara online, tiba saatnya bagiku untuk mengikuti tes penerimaan peserta didik baru. Aku dengan ditemani keluarga kecilku berangkat ke Serang. Tak hanya menemaniku tes, momen ini juga dimanfaatkan keluargaku untuk berwisata ke Pantai Anyer yang tidak jauh dari Nurul Fikri.
    Sesampainya di Nurul Fikri, terlihat ayahku memandang sekeliling sambil mengagumi susana di sekolah ini.  Setelah kutelusuri, ternyata sekolah ini memiliki target hafalan yang cukup tinggi. Tak hanya itu, guru-guru serta siswa-siswi di sekolah ini begitu ramah pada kami. Aku semakin yakin bahwa sekolah ini memang pilihan tepat untukku.
    Tes penerimaan peserta didik baru telah kujalani. Dan tidak terasa hasil tes telah diumumkan. Begitu bahagia aku setelah mengetahui bahwa aku diterima di sekolah idamanku ini. Segera kuberitahu ibu dan ayahku akan berita gembira ini.
    Ayah dan ibuku telah mengetahui diterimanya aku di sekolah idamanku. Tanpa dinyana, ayahku mengubah keputusannya. Beliau menyarankan aku untuk membatalkan niatku untuk bersekolah di Nurul Fikri. Bahkan beliau juga menyarankanku untuk bersekolah di sekolah negeri.
    Seketika semangatku hilang, bagai istana pasir yang dibangun dengan rasa senang yang tiba-tiba dihantam ombak besar. Dan yang tersisa hanyalah pondasinya, itupun tidak karuan bentuknya. 
    Aku sempat menangis. Aku takut jika ilmu agama yang telah kuperjuangkan hilang meski dengan perlahan. Aku takut jika aku tidak bisa mempertahankannya. 
  Kuceritakan masalah ini pada guru agamaku. Beliau mengatakan padaku untuk melaksanakan shalat istikharah. Telah kujalani, tetapi ada sesuatu yang janggal. Mungkin karena aku yakin betul bahwa Nurul Fikri adalah sekolah yang terbaik untukku, shalat istikharah tidak kujalani dengan hati yang bersih, hati yang berserah diri. Sehingga hingga berhari-hari belum juga kutemukan petunjuk akan sekolah apa yang harus kupilih. Guru BK pun tahu akan masalahku ini. Bukan aku yang mengadu, melainkan orang tuaku.
    Aku mengadukan hal ini pada guru agamaku kembali. Jika aku harus memilih sekolah negeri, maka pilihlah SMAVO. Beitu kira-kira yang disampaikan Beliau. Dari situlah kutahu bahwa SMAVO yang selama ini diperbincangkan oleh teman-teman dan guru-guruku adalah SMA Ngeri 2 Cibinong.
    Menurut apa yang disampaikan guruku, kuota SNMPTN di Kabupaten Bogor lebih besar dibanding dengan Kota Bogor. Dan SMAN 2 Cibinong ini adalah SMA terfavorit se-Kabupaten Bogor. Dengan begitu besar kemungkinan mendapat jalur SNMPTN di sekolah ini. Tak hanya itu, sekolah ini juga dikenal religius. Jelas saja banyak guruku yang menyarankan siswa-siswinya untuk bersekolah di sana. Prestasi sekolah ini pun dapat dibilang membanggakan. Aku cukup bahagia mendengar hal tersebut. Tetapi tetap, rasa sedih masih ada karena aku harus meninggalkan kesempatan untuk melanjutkan Tapak Suci.
  Meski sedih karena tidak dapat melanjutkan Tapak Suci, perlahan semangatku mulai terkumpul kembali. Aku kembali semangat belajar untuk mempersiapkan Ujian Nasional. Setelah naik turunnya lintasan yang telah  kulewati, tibalah aku di SMA Negeri 2 Cibinong. Ada sedikit rasa gelisah ketika mendaftarkan diri di sekolah ini. Pasalnya, NEM yang kuperoleh jauh dari perkiraanku. Meski begitu, syukurlah aku tetap diterima di sekolah ini.
    Hari pertamaku di sekolah ini diawali dengan upacara. Mars SMAN 2 Cibinong yang baru bagi telingaku pun mulai terngiang dalam kepala, kemudian merasuki hati. Dari situlah aku mulai berusaha mencintai sekolah ini.
    Setelah beberapa bulan aku belajar di sana, barulah aku sadar alasan mengapa Ayah menyuruhku bersekolah di sekolah negeri. Di sana, di sekolah-sekolah dengan fasilitas yang sangat nyaman, aku terbiasa dimanja. Di sana segalanya telah tersedia. Sedangkan aku belum pernah merasakan perjuangan sebenarnya dalam memenuhi kebutuhanku sendiri. Untuk itu aku harus berlatih.
    Aku pun mulai menikmati susah-bahagia, sedih-ceria, serta jatuh-bangun aku di sekolah ini. Belum setahun aku di sini. Semester 1 pun belum terlewati. Pasti akan lebih banyak pengalaman yang kudapat di sini.
    
    
    Dan kawan,  semoga kita dapat berbahagia bersama dalam setiap perjuangan...



“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” 
(Al-Baqarah: 216)


    

    
    
    
     
    
    
    

Jumat, 18 September 2015

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com